Rabu, 27 Januari 2016

EMAS KAWIN ALA PETUALANG

Judul Buku      : Honeymoon Ala Backpacker
Penulis             : Gol A Gong
Penerbit           : Pelangi Indonesia
Cetakan           : 2014
Tebal               : 196 Halaman

Masih jarang di dunia ini ada seorang suami memberikan maskawin kepada sang istri dalam bentuk lain. Meskipun awalnya hanya sebuah ungkapan atau sekadar janji, baik disengaja maupun tidak disengaja. Namun, sebagai lelaki atau suami yang bahagia ketika melihat istrinya bahagia, tentu janji itu akan ditepati. Hal itu mendorong Gol A Gong, penulis buku Honeymoon ala Backpacker (HAB) sekaligus sebagai suami ingin memberikan hadiah spesial untuk istrinya (Tias Tatanka). Ya, Gong punya cita-cita mengajak Tias Tatanka bertualang ke luar negeri.
 Aku tahu, Tias menerima lamaranku saat itu bukan karena maskawin yang aku tawarkan, tapi karena dia mencintaiku. Enam tahun dia menungguku datang melamar dan membiarkan rindu bergelora abadi di hati. Itu juga bisa dibuktikan karena selama enam belas tahun berumah tangga (1996-2012), Tias tidak pernah menagih maskawin yang kujanjikan; keliling dunia (hal 3). Gong merasa bersalah jika cita-cita ini tidak diwujudkan sehingga dia mengupayakan meski hal ini terlampau lama dikabulkan. Namun, Gong bisa merealisasikan janjinya mengajak Tias Tatanka keliling ketujuh negara (Singapura, Malaysia, Thailand, India, UEA, Qatar, dan Saudi Arabia).
            Selama perjalanan ketujuh negara, Gong merasakan perbedaan yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Sebab saat muda dulu, Gong biasa bertualang seorang diri sehingga segala sesuatunya yang terjadi harus diputuskan sendiri. Namun ini berbeda, Gong bertualang bersama wanita yang dicintai, Tias Tatanka, sehingga akan ada perbedaan persepsi dalam menyikapi perjalanan tersebut. Tias lembut dan aku keras. Tias selalu memakai perasaan, aku cenderung tergesa-gesa. Tias mendambakan rumah yang indah, aku memimpikan debu jalanan. Kami sering berkonflik tentang latar belakang sosial dan budaya (hal 3-4).
            Perbedaan karakter antara dirinya dengan sang istri juga membuat perjalanan ini terasa lebih menarik dan istimewa. Apalagi ketika perjalanan berlangsung, tiba-tiba Gong harus dihadapkan dengan kondisi emosional istri, seperti saat merindukan anak-anaknya. Aku melihat Tias memejamkan mata. Aku tanyakan kabar perasaannya. Jawabnya, masih terbayang wajah Odi dan Kaka. Aku tahu bahwa ini bukan perjalanan mudah; melakukan perjalanan bersama istri ketujuh negara tanpa berhenti selama empat puluh hari. Ini tentu masih kalah spektakuler dengan Philipp Fogg dalam Mengelilingi Dunia dalam 80 Hari. Tapi, tetap saja bertualang bersama istri membutuhkan kesabaran khusus (hal 29-30).
            Gong harus menerima konsekuensi tersebut. Sebab perjalanan ini sudah ia niatkan sebagai bentuk kasih sayang kepada Tias. Selain itu, Gong memulai perjalanan bersama istri bukan sekadar berjalan-jalan. Gong melakukan perjalanan bersama istri punya tanggung jawab moral sebagai penulis dan Ketua Forum TBM Pusat, yakni bertualang sambil menjadi narasumber seminar atau pelatihan menulis dan membaca di kantong-kantong komunitas literasi/TBM yang ada di tujuh negara itu. Dengan begitu perjalanan ini selain mengusung misi pribadi, juga mengusung pergerakan moral melawan kebodohan melalui literasi.
            Dalam setiap perjalanan, Gong memosisikan bukan hanya sekadar sebagai suami, tetapi partner sekaligus pramuwisata untuk Tias Tatanka. Dalam buku HAB ini, Gong mengupas keunikan perjalanan bersama istri di setiap negera yang dikunjungi. Seperti di India, Gong mengajak Tias Tatanka menyusuri Sungai Gangga menggunakan perahu saat pagi masih berselimut kabut. Di Taj Mahal, Gong mengajak Tias merasakan energi mencintai pasangan hidup yang maha hebat. Ketika aku membawa Tias Tatanka ke Taj Mahal, terasa sekali nilai universal itu. Semua bangsa, tidak peduli dia beragama apa, datang ke Taj Mahal, ingin merasakan spirit maha dahsyat cinta Shah Jehan kepada istrinya, Mumtaz Mahal (hal 129).
            Kemudian di Arab Saudi, Gong dan Tias Tatanka harus mengalami ketatnya petugas bandara saat buku-buku miliknya harus “tersandera” di Bandara Jeddah International Ariport karena ada pemeriksaan. Gong berupaya menjelaskan sambil menenangkan diri agar buku-buku di dalam koper itu bisa lolos pemeriksaan. Ada ketegangan bahkan Gong menatap Tias Tatanka juga tegang, tapi upaya itu berhasil dilewati. Akhir yang manis saat Gong dan istrinya mengunjungi Gua Hira, tempat Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu pertama, yakni iqra. Gong merasakan betul spirit Rasulullah dalam mencerahkan umat dari zaman kegelapan menuju zaman terang hingga kini.
            Buku Honeymoon ala Backpecker karya Gol A Gong mengajarkan kita tentang arti kasih sayang, kesungguhan, kesabaran, dan ketangguhan seorang suami kepada istrinya dalam bingkai sebuah perjalanan. Namun, untuk lebih memahami isi buku tersebut, silakan para pembaca untuk membacanya. Semangat!

 Kebonsirih, 10/9/14 

(*Muhzen Den adalah alumni Prodi Diksatrasia FKIP Untirta dan relawan Rumah Dunia. Sekarang aktif bekerja menjadi editor bahasa di media nasional dan tinggal di Jakarta.

Tidak ada komentar: